No Script

Sirius mengendap-endap menuju lubang lukisan. Tampangnya jengkel. James dan Peter meninggalkannya tadi saat ia sedang naik mengambil barangnya di kamar anak laki-laki dan tertahan karena banyaknya gadis-gadis yang tidak ia duga menunggunya di ujung tangga.  Sedangkan Remus sudah menghilang saat sarapan berakhir dan hanya berkata singkat dan kata yang ditangkapnya hanya, perpustakaan.

Sirius menggerutu pelan. Tangannya mulai mendorong  lubang lukisan dengan segera, namun tatapannya masih terpaku pada anak tangga dibelakangnya. Kemudian ia kaget karena mendapati tangannya tidak menemukan lubang lukisan yang sekarang sudah jelas-jelas terbuka, dan Lily Evans melewati ambanganya.

“Evans, apa yang kau lakukan di sini,” Sirius berkata heran.

“Kau tidak pantas berkata seperti itu pada Ketua Murid, Black,” kata Lily kemudian tetapi ia terdengar lesu.

“Sori, tapi cewek-cewek semua kan tidak akan berada di menara hari ini,” Sirius menatap Lily menyelidik.

“Nah, kalau begitu, aku perkecualiannya,” kata Lily murung sambil berlalu melewati Sirius yang masih berdiri tercengang. 

“Hey, Lily, tapi kupikir kau menolak James karena seseorang lain, kau telah membuatnya hampir mati, tapi kau sekarang hanya akan duduk seharian di sini?” tanya Sirius, wajahnya antara tidak percaya, mau tertawa karena ketidakberuntungan sahabatnya atau malah merasa kasihan pada Lily.

“Mulanya, tapi sekarang tidak. Bisakah kau tinggalkan aku Black, Please...” Lily memandang Sirius memohon, dan kemudian menjatuhkan tubuhnya di salah satu sofa yang menghadap ke jendela. Sirius masih tercengang selama beberapa menit tetapi kemudian ia berbalik, namun berbalik lagi pada Lily dan bersorak keras.

“Hey, Lily, kau tahu, jikalau James tahu ini, menurutnya kesempatan kedua,” Sirius kelihatan bersemangat. Lily hanya menatapnya lelah.

“Apapun maumu, dan Sirius bisakah kau sampaikan pada James maafku, dan katakan padanya semua tidak seperti dugaannya.” Lily merosot pada duduknya. Namun Sirius nampaknya seperti diberikan kekuatan tambahan.

“Akan aku sampaikan, dan aku bersumpah James akan menjadi orang tidak waras mendengar ini, tapi omong-omong Lily, dengan siapa kau berniat bertemu hari ini?” tanya Sirius yang kesemuanya hanya karena ingin melengkapi informasi untuk James, mengetahui orang yang telah mengecewakan Lily akan membaut James bersemangat untuk bikin ribut.

“Seseorang yang sangat penting,” kata Lily kemudian. Sirius menatapnya tak percaya. “Sahabatku yang tak akan pernah kembali,” Lily melanjutkan. Sirius bingung dan akhirnya meninggalkan Lily, yang ternyata tak percaya juga mendengar dirinya berkata seperti itu. Ia merasa, bahwa ia memang sudah kehilangan sahabatnya sejak hari itu.

***


Angin dingin berhembus perlahan. Salju sudah tidak turun lagi, tetapi masih terasa dingin. Bulan bulat sempurna menggantung di langit sendirian. Hanya satu-dua bintang mengintip malu-malu di langit. Lily mengarahkan teleskopnya ke arah bintang di utara, sedang memancar indah dilangit. Dan kemudian bergerak ke selatan.

Masih merasa tidak karuan ia naik ke menara astronomi dan mengamati pergerakan bintang malam itu. Juga untuk menghindari Mary yang terus menatapnya kasihan, menghindari kebisingan menara Gryffindor, dan menghindari pasangan-pasangan yang duduk berdua, berjalan, bersama, atau kegiatan lainnya yang tak sanggup dilihat Lily, mengingat Severus tidak datang memenuhi janji. Dan sepanjang sisa hari itu, ia tak menemukannya di manapun untuk menuntut jawaban.

Angin dingin membuat Lily menaikkan kerah jubahnya tinggi-tinggi, melilit syalnya erat-erat. Tetapi tampaknya langit tidak terpengaruh, bintang dan planetnya tetap saja bergerak seperti bisanya. Di kejauhan terdengar Peeves bernyanyi-nyanyi sumbang, kemudian suaranya semakin lama-semakin tak terdengar.

Lily mengarahkan teleskopnya lagi ke langit, tetapi ia lalu berbalik. Didengarnya ada suara sesuatu ataupun seseorang bergerak di belakangnya, tak seorang pun maupun sesuatu pun tertangkap oleh penglihatannya. Menekuni teleskopnya sejenak, kemudian Lily kembali berbalik karena merasa ia benar-benar mendengar sesuatu bergerak. Dan langsung saja pandangan matanya menumbuk pada sesuatu, oh bukan seseorang di sana, dengan ragu-ragu melangkah. Rambutnya semakin mencuat kemana-mana karena angin di menara.

“James—

“Lily—

Keduanya memulai berbarengan. Tapi setelah itu tidak ada yang berkata-kata, berdua hanya terpaku di tempatnya semula.

“Sirius bilang padaku kau minta maaf,” kata James akhirnya lebih dulu, sambil mengerling ke arah Lily.

“Oh, ya kukatakan padanya untuk menyampaikannya padamu, maaf James, bukan maksudku begitu,” kata Lily tanpa memandang siapa-siapa karena tatapannya tertuju pada suatu titik di teleskopnya.“Seorang sahabat yang tiba-tiba saja ingin bertemu dan tiba-tiba pula tidak menepatinya, aku seperti merasa telah kehilangannya jauh sebelum ini, dan aku tidak sanggup menariknya kembali.” 

Lily memandang lemah James, berharap bahwa James mengerti. James sepenuhnya tidak mengerti yang dimaksudkan Lily, tetapi satu yang ditangkapnya: esensi persahabatan, tidak peduli siapa pun dia, sahabat Lily.

“Sahabat, tidak pernah bersungguh-sungguh melakukannya Lily, mereka mungkin tidak sengaja, atau malah karena terlalu sayang,” James sekarang memandang langit, tersenyum melihat bulan purnama yang indah di langit. Samar-samar di kejauhan suara auman, dan gonggongan memenuhi udara. Lily setengah paham-setengah bingung melihat James ternyata bisa juga berperilaku layaknya orang dewasa. Ingatannya kemudian bergulir pada Severus yang ia harapkan memang benar-benar tidak sengaja melakukan ini pada Lily, mengkhianati Lily dengan menyeberang ke dunia gelap, atau malah karena Severus terlalu menyayanginya sehingga berbuat demikian, ia tidak tahu.

“Kau tahu, karena terlalu sayang padaku, Remus tidak mengizinkanku ikut bergabung untuk bersenang-senang malam ini, malah menyuruhku kemari, karena Peter bilang dia melihatmu kemari, padahal Sirius telah merencanakannya sejak kemarin,” Lily memandang James bingung. “Maksudnya bukan rencana di Menara Astronomi ini, tetapi rencana kami bersenang-senang,” James menjelaskan mengira Lily bingung soal rencana, tetapi Lily malah bingung soal kata bersenang-senang. Pahamlah ia akhirnya, apa yang dilakukan mereka berjam-jam saat menghilang di malam-malam bulan purnama lalu, Lily kemudian malah bergidik ngeri.

“James...” kata Lily ragu-ragu. James mengalihkan pandangannya dari bulan purnama, dan memperhatikan Lily. “Seandainya sahabatmu melukaimu, seandainya saja, contohkanlah suatu saat Peter melukaimu, apakah kau akan memaafkannya James?” tanya Lily penuh arti. 

“Peter, aku tak pernah berpikir bahwa Peter akan melukaiku Lily,” kata James sambil tertawa.

“Kan sudah kubilang, contoh saja James,” Lily menatap James kesal. James semakin terbahak melihat Lily kembali pada perilakunya yang biasa terhadap James.

“Oke-oke, aku hanya membayangkan bagaiman Peter bisa melukaiku,” James berusaha menghentikan tawanya, dan menyelipkan kuat-kuat dalam hati fakta bahwa Lily malah mencontohkan yang nantinya memiliki potensi melukainya adalah Peter bukan Sirius atau Remus yang cenderung lebih berbahaya.

“Aku akan memaafkan mereka, karena sudah kukatakan tadi bahwa sahabat itu tidak pernah berniat melakukannya Lily,” James berkata mantap setelah tawanya benar-benar berhenti. Lily memandangnya sejenak, kemudian berjingit setelah suara lolongan serigala, dan gonggongan anjing semakin jelas di sana. James malah kembali tersenyum lebar hampir tertawa mendengar itu.

“Aku ingin sekali mempercayainya James, sungguh, bahwa sahabat tidak pernah berniat melakukannya.” Lily terdiam sesaat, lalu menatap James lagi. “Apakah seperti itu persahabatan kalian?” tanya Lily sambil mengerling ke udara kosong yang dimaksudkannya berarti, Sirius, Remus dan Peter.

“Seperti yang bisa kau lihat, kau dengar, dan mungkin kau rasakan Lily, aku menyayangi mereka, sungguh, karena kau tahu lily?” James memandang Lily sebelum melanjutkan. “Sahabat itu selamanya!” kata James yakin. Wajah Lily berubah merah sesaat. James memandangnya heran. Dasar cewek, gumamnya dalam hati. *author udah malu-malu sendiri nih, nulis adegan kayak gini*.

Mereka diam sama-sama menatap langit. Sesekali James mencuri-curi lihat pada Hutan Terlarang yang gelap. Lily memandangnya penasaran. 

Namun ternyata persahabatan tidak hanya menjadi topik di atas menara Astronomi, di tengah suatu padang tak terdeteksi di suatu tempat yang tak terpeta, Severus Snape mengukuhkan diri menjalin ‘persahabatan’ yang setia di depan Pangeran Kegelapan yang tersenyum senang. Sudah tak sabar ia memberikan cap kehormatannya pada Severus Snape, tapi ia tahu tidak sekarang, karena Snape masih di Hogwarts, tak ingin ia berurusan dengan Dumbledore. 

Severus dengan keyakinannya telah memilih benar-benar menyeberang saat itu juga, ke arah samudera luas kehidupan yang pelik yang ombaknya menggulung dan mencoba menggapai dirinya agar tenggelam. Sudah ditenggelamkannya pula impiannya soal Lily, namun ia tetap berharap Lily mengerti keputusannya ini. Bahwa keputusan ini tidak pernah mudah, bahwa ia tidak akan pernah berubah, bahwa hanya Lily satu-satunya, dan Lily harus tahu itu.

*uuh, so sweet, Snape, i love u, author memihak* *ditimpuk, dikejar, diuber-uber ama pendukung James-Lily**disayang-sayang ama penggemarnya Snape,wuekekekekek*

“James, bukan maksudku membatalkan janji dengan sengaja, hanya saja...” Lily terdiam, James menatapnya lekat-lekat tidak biasanya ia melakukan hal itu. Sesuatu yang paling jarang dikerjakan oleh James Potter. “Hanya saja aku berpikir, kau pasti tidak akan marah, kau pasti bisa mengerti bahwa ia sangat berarti bagiku, dan berhenti melihatku seperti itu!” kata Lily gusar, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Ya, sahabat terkadang membuat kita lupa bahkan gila,” James masih menatap Lily, tetapi sekarang tatapannya penuh rasa gembira dan keceriaan. “Kau tahu, Sirius kadang bisa sangat sinting, dan baru kali ini aku melihatnya menjadi sangat sinting. Dia bilang kau akan melompat dari menara astronomi,” ucap James. Lily terperangah.

“Dan kau mempercayainya, si Black itu? Kalau ya, kau juga sudah gila, mana mungkin aku akan melompat, menyakitkan saja cara untuk mati.” James tersenyum mendengar omongan Lily, tak menyangka Lily bisa bercanda.

“Mulanya aku percaya, tapi setelah tiba kemari rasanya aku ingin memantrai Sirius, tak mungkin seseorang yang mau melompat bawa-bawa teleskop segala, bikin berat saja, atau maksudnya agar jatuhnya lebih mudah?” tanya James lalu tersenyum, mengerling pada teleskop yang ada di tangan Lily. Lily malah tertawa mendengar itu. “Dan tahu tidak, Remus-lah yang bersikeras menyuruhku kemari,” kata James kemudian.

“Untuk apa?” tanya Lily membalas.

“Untuk memperbaiki segala-sesuatu yang sempat kukacaukan,  atau memaksamu melihat bahwa aku bukan saja pembikin onar atau apalah...” James menghindari menatap Lily pada akhirnya. Lily tertawa, merasa pengakuan ini begitu lucu. James merasa jengkel sekali usahanya ditertawakan.

“Apa Remus baik-baik saja James?” Lily bertanya. “Nampaknya ia agak pucat saat terakhir aku melihatnya, Profesor Mc Gonnagal akhirnya menyerahkan semua tugas Ketua Murid Minggu ini padaku,” ia melanjutkan.

“Tidak pernah sebaik yang kau bayangkan,” kata James menoleh lagi ke arah Hutan Terlarang. Lily ikut memandang hutan dengan pepohonan raksasanya itu, yang kabarnya ditinggali kawanan laba-laba raksasa. Sekali lagi suara lolongan dan gonggongan bersahut-sahutan. Kedengarannya seperti ada yang mereka nantikan. James terperangah sesaat, menepuk dahinya seraya bergumam.

“Seharusnya kukirimkan dari tadi,” katanya. 

“Apa?” tanya Lily penasaran.

James mencari-cari di saku jubahnya, dan menarik keluar tongkat sihir berwarna cokelat kayu yang digenggamnya mantap. 

“Ini,” katanya kemudian sambil mengacungkan tongkat sihirnya. Kemudian James memejamkan matanya, senyuman terindah Lily, yang diikuti oleh tawa-tawa, Peter, Padfoot, dan Wormtail.

“Expecto Patronum!!” raungnya, kemudian dari ujung tongkat sihirnya asap putih keperkakan membumbung tinggi, memadat menjadi salah satu bentuk mengagumkan yang pernah dilihat Lily. Rusa jantan perak berputar-putar mengelilingi mereka berdua dalam satu gerakan indah, yang kemudian berhenti jinak di depan James. 

“Pergilah, katakan pada Peter, Padfoot, dan Wormtail, semua baik-baik saja, dan bilang pada Padfoot, tidak ada yang akan melompat dari menara Astronomi,” James mengerling pada Lily yang nampaknya terpesona. Kemudian Rusa Jantan James melayang pergi dengan anggun menuju ke arah hutan terlarang. Cahayanya memancar di kegelapan. Akhirnya si Prongs bergabung bersama dengan yang lain, yang sedang menunggunya.

“Sejak kapan kau punya itu?” tanya Lily takjub. 

“Sejak aku tahu punyamu rusa betina, dulu bentuknya tidak begitu, tapi berubah seiring aku menginginkannya,” ucap James sambil memasukkan tongkatnya lagi ke dalam saku, dan terus merogoh-rogoh. Raut muka Lily berubah merah, tak pernah ia merasa dipentingkan hingga seperti ini. 
Mempengaruhi bentuk Potranus seseorang, begitu ajaib.

“Kulihat punyamu waktu kau menunjukkannya pada Mary,” kata James ringan. “Aku hanya ingin menjadi pelengkap, dan Potranusku mengetahuinya, karena dia berubah menjadi Rusa Jantan, kupikir dia bermaksud bahwa Rusa betina tidak akan pernah lengkap tanpa adanya rusa jantan.... 

*wuekekekekek, pengen.......*

Lily tidak sanggup berkata-kata. Ini di luar kemauannya, di luar harapannya, dan di luar maksudnya untuk hari ini. Ia hanya memandang James tak percaya, masih belum menemukan bagaimana caranya berbicara.

Udara sudah seperti tidak dingin lagi. Panas merayapi leher masing-masing saking tidak normalnya situasi malam itu di atas menara astronomi. Kemudian James mengeluarkan tangannya dari dalam saku, mengulurkan pada Lily, sebuah liontin kecil. Liontin perak dengan rantainya yang juga berwarna perak. Berbentuk rusa betina perak dengan mata dari batu mirah delima, Lily hanya mengerjap-ngerjapkan matanya dengan kecepatan tidak biasa, berganti-ganti menatap antara liontin ditangan James dan James sendiri. Untuk sesaat lamanya langit yang menyaksikan keduanya. Semakin beranjak malam, bintang-bintang tidak takut-takut lagi menatap dunia, karena James dan Lily nampaknya telah memberi pemandangan terbuka bagi mereka.

***


Sejenak, Severus Snape tersadar dari pikirannya. Alam bawah sadarnya yang paling sering memberikan intuisi. Malam sudah semakin larut, sudah saatnya kembali ke Hogwarts tetapi perasaan dingin aneh menyelinap dalam rongga hatinya yang tidak berhubungan dengan dinginnya malam. Pangeran Kegelapan baru pergi beberapa detik yang lalu, ber-disaparate entah kemana, Snape tidak ingin tahu. Ia tahu sudah saatnya pergi, tetapi ada perasaan mengganjal yang menyuruhnya tetap tinggal, karena sesuatu di luar keinginannya sedang berlangsung meninggalkan dirinya dan harapannya. Snape tidak perduli, dia lebih kuat daripada itu semua, lebih kuat daripada mereka semua, karena, ia tahu, ia mencintai Lily. 

Sesaat sebelum menggenggam tongkat sihirnya erat untuk ber-apparate, jari-jarinya menyentuh permukaan logam yang keras dan dingin. Dirasakannya liontin rusa betina perak itu tidak sedingin biasanya. Snape menekan perasaan tertohok di dadanya, dan kemudian ia berputar perlahan, lenyap.


0 komentar to "No Script"

Posting Komentar

Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Just have fun ! No COPAS. Diberdayakan oleh Blogger.

The Beatles

The Beatles

Pengikut


bloguez.com

ShoutMix chat widget