Kalau bicara seni Puisi/Sajak/Sanjak di Indonesia kita akan diperhadapkan pada 2 periodisasi seni Puisi-Sajak-Sanjak di Indonesia. Tetapi istilah Puisi lama dan Puisi Baru tidak dikenal di Indonesia, yang ada ialah ANGKATAN PUJANGGA LAMA DAN ANGKATAN PUJANGGA BARU. Sementara Puisi-sajak-sanjak, dalam arti yang seluas-luasnya tidak mengenal sebuatan lama pun baru. Karena Puisi pada hakekatnya akan selalu kontekstual baik pada masa lalu, kini maupun pada masa yang akan datang. Pertama, Dalam kesusastraan Indonesia tidak dikenal “sebutan Puisi-sajak-sanjak lama” maupun “Puisi-sajak-sanjak Baru”. Yang ada ialah Periodisasi Para Pujangga Kesusastraan Indonesia, termasuk seni Ber-Sajak-Sanjak-Puisi. Yaitu Periode Angkatan Pujangga Lama dan Angkatan Pujangga Baru. Jenis-jenis Puisi-sajak-sanjak Karya Pujangga Lama, Tidak selalu berpola 4444, sebab ada juga berbagai karya Sajak-Sanjak-Puisi dalam bentuk 3334/334 atau 4443/443, bahkan dalam bentuk 2224/224. Hanya, semuanya akan selalu berakhiran bunyi yang sama baik pada baris pertama dan ketiga, maupun baris kedua dan kempat bila pola 4444 atau semua baris dalam satu bait diakhiri dengan bunyi yang sama pada pengembangan pola yang lain. Puisi-puisi karya Pujangga lama, terbagi dalam beberapa jenis a.l: Berupa Gurindam, Soneta, Syair, Pantun (terdiri dari tiga jenis pantun, Jenaka, Pengajaran dan Teguran), termasuk Tamil, Prosa (yang tidak mengenal bait dan Irama). Disebut Karya Puisi-Sajak-Sanjak Angkatan Pujangga Lama karena karya-karya tersebut sangat memperhatikan estetika Irama dalam bait-bait, yaitu Struktur yang berjenjang dari bait pertama ke bait berikutnya sampai pada bait terakhir. Artinya bait ke-1 akan selalu mengantar para pembaca/penikmat Puisi tersebut memasuki bait ked-2. demikian pula bait ke-2 mengantar pada bait ke-3 dst. Jadi berapapun bait yang dibuat oleh para pujangga Lama, bait pertama, kedua, ke-3,ke-4 selalu terikat satu sama lain. (anda bisa bandingkan dengan karya teman-teman di Taman Persajakan “yang baru menulis pada pola berirama 444/4444″ tapi bait ke bait tidak memiliki jejang struktur yang berhubungan bahkan sering kali bait satu dan bait dua tidak berhubungan sama sekali. Sebaliknya Karya-karya Pujangga Lama semua bait memiliki hubungan arti yang berjenjang. Amgakatan Pujangga Baru. Angkatan ini memiliki ciri kebebasan berekspresi. Dalam berkarya, Angkatan Pujangga Baru tidak akan memperhatikan Irama juga susunan bait-perbait. Angkatan Pujangga Baru, sangat dipengaruhi oleh perkembangan berkesenian orang-orang Eropa yang pada abad 18-19 dan awal abad 20 yang ramai-ramai datang ke Indonesia mendompleng Penjajah atau orang-orang Indonesia yang belajar ke Eropa kemudian setelah kembali menularkan kebebasan berekspresi seperti itu. Baik karya-karya Pujangga Lama maupun karya-karya Pujangga Baru tidak bisa kita Periodisasi dalam bentuk Puisi lama maupun Puisi baru, sebab sebuah karya seni akan selalu kontekstual. Karya seni apapun itu! Sebagai contoh, Para Penyair Puisi-sajak-sanjak di Indonesia skarang ini, tetap menulis dalam pilihan-pilihan itu, baik yang berirama dengan pola 444/4444 – 3334/334 bahkan 2224/224 juga 3336 atau 226 dst. Maupun tanpa irama. Tapi juga berkarya tanpa memperhatikan bait, melaikan hanya sebuah paragraf yang panjang bahkan bisa sampai 2-3 halaman. Trend yang paling terakhir dikalangan Pujangga Kesusastraan Indonesia saat ini adalah Puisi dalam bentuk Dialog (sebuah puisi yang dibaca secara monolog meski berisi dialog)


0 komentar to " "

Posting Komentar

Powered By Blogger

Total Tayangan Halaman

Just have fun ! No COPAS. Diberdayakan oleh Blogger.

The Beatles

The Beatles

Pengikut


bloguez.com

ShoutMix chat widget